MENGARUNGI BAHTERA RUMAH TANGGA
BERLANDASKAN WEJANGAN LUHUR ‘SABDA TAMA CATUR WEHDA’
(Analisis Verba- Non Verba Pembacaan
Sabda Tama Catur Wedha dalam Acara Midodareni Adat Jawa di Daerah Surabaya
Utara)
Artikel
Ilmiah
Memenuhi
tugas individu matakuliah Antropolinguistik
yang
dibina Bapak Wahyu Widodo S.S M. Hum.
Oleh :
Yulina Dwi Lestari (125110700111045)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014
1.
Pendahuluan
Pernikahan adat
jawa merupakan suatu rangkaian acara dalam pernikahan sebelum seorang mempelai
laki-laki dan mempelai perempuan sah menjadi suami istri, rangkaian acara
pernikahan adat jawa sangat bermacam-macam. Serangkaia acara pernikahan adat
jawa tersebut seperti upacara pasang tarub atau pemasangan bleketepe, upacara
siraman, upacara midadaren, temu
kemanten, tebusan kembar mayang, upacara bubak kawah, akad nikah, dan resepsi.
Begitu rumitya acara-acara akad nikah
dalam adat jawa ini namun banyak nilai-nilai budaya yang bisa dikaji melalui
ungkapan-ungkapan verba maupun non verbal dalam serangkaian acara tersebut.
Penelitian Ini
akan lebih tertuju pada Acara Midodaren .Urut-urutan dari acara malam
midodareni sendiri adalah pertama dimulai
dengan acara Jonggolan / Nyantri. Kedua adalah
acar tantingan. Keempat pembacaan Sabda Tama Catur Wedha. Setelah acara
Pembacaan Catur Wedha selesai maka kemudian
acara midodareni pun ditutup dengan acara Wilujengan Majemukan yaitu
acara bertemunya kedua orang tua calon pengantin yang bermakna kerelaan
keduanya untuk saling berbesanan. Penelitian menggunakan malam midodaren karena
dianggap acar midodaren adalah serangkaian acara adat pernikahan jawa yang
sudah jarang dilaksanakan dari pada siraman, temu kemanten dan pemasangan
bleketepe. Selain itu menurut Bapak Drs. Sidik Wiyoko M.M salah satu informan
mengatakan bahwa acar midodaren sangat langka di era global ini, karena dinilai
terlalu membuang biaya da memakan waktu, namun dibalik semua itu pastilah ada
nilai teretntu dalan setiap rangkaian acara begitu pula dengan malam midodaren.
Dalam malam
widodaren terdapat beberapa tahap acara, sehingga bila kita mengkaji secara
keseluruha pastilah tidak akan menukik isi analisisnya maupun makana yang kita
temuka dari hasil analisis tersebut maka dari itu peneliti mengkaji salah satu rangkaian acara Midodaren
yaitu pembacaan Sabda Tama Catur Wedha. Pembacaan Sabda Tama Catur Wedha ini
sangat menarik dikaji baik dari sefi makan maupun penggunaan bahasa. Banyak varian
bahasa yang digunakan dalam teks sabda tama catur wedha di setiap daerah, namun
inti dan makna dalam catur wedha tersebut pastilah tetap sama. Inti makan
inilah yang akan kita cari dengan menganalisis baik dari segi bahasa atau verba
yang digunakan dan juga tindakan non verba saat malam widodaren tersebut.
Inti atau isi
utama dalam sabda tama catur wedha ini dapat dikatakan sebagai bekal untuk
memepelai laki-laki yang dismpaikan oleh calon mertuanya untuk nantinya dia
mengarungi bahtera rumah tangganya dengan baik dan benar. Maka dari itu
peneliti memberi judul penelitian ini ‘Mengarungi Bahtera Rumah Tangga Berlandaskan Wejangan Luhur
Sabda Tama Catur Wehda’. Pembacaan sabda tama atau yag berarti nasehat uta
catur wedha ini masih jarang orang awam yang mengetahuinya, maka dari itu dari
penelitian ini peneliti dapat menggugah kembali ketertarika masyarkat jawa atas
tradisi malam widodaren khusunya pembacaan sabda tama catur weda itu sendiri.
2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dipapaparkan
sebelumnya tentang objek kajian yaitu pembacaan Sabda Tama Catur Wedha dalam
Acara Midodareni maka dapat diambil beberapa rumusan masalah sebagi berikut:
1) Apakah
makna inti dari pembacaan Sabda Tama
Catur Wedha bila dikaji berdasarkan unsur kebahasaannya?
2) Bagaimana
hubungan dan maksud dari acara midodareni dan pembacaab Sabda Tama Catur Wedha
bila dikaji dari segi unsur non verbalnya atau kegiatan yang dilakukan oleh
calon memepelai maupun keluarga memepelai?
3.
Deskripsi
Objek Kajian
Menurut pernikahan
adat jawa, Midodareni adalah sebuah prosesi menjelang acara panggih dan akad
nikah. Midodareni sendiri berasal dari kata widodari yang dalam bahasa Jawa
bermakna bidadari. Mitos yang berkembang di kalangan masyarakat jawa sendiri
kenapa diadakannya acara prosesi Midodareni adalah karena konon pada malam itu
para bidadari dari khayangan turun ke bumi dan bertandang ke rumah calon
mempelai wanita guna ikut mempercantik dan menyempurnakan calon pengantin
wanita.
Urut-urutan dari
acara malam midodareni sendiri adalah
pertama dimulai dengan acara Jonggolan / Nyantri yaitu sowannya calon mempelai pria ke rumah calon
mempelai wanita untuk beremu dengan orang tua dari calon mempelai wanita yang
kelak akan menjadi mertuanya. Jonggolan sendiri berasal dari kata njonggol yang
berarti menampakan diri. Kedua adalah
acar tantingan. Keempat pembacaan Sabda Tama Catur Wedha. Setelah acara
Pembacaan Catur Wedha selesai maka kemudian
acara midodareni pun ditutup dengan acara Wilujengan Majemukan yaitu
acara bertemunya kedua orang tua calon pengantin yang bermakna kerelaan
keduanya untuk saling berbesanan. Dan barulah kemudian menjelang kepulangan
calon mempelai pria beserta keluarganya sang ibu dari calon mempelai wanita ini
menyerahkan angsul-angsul atau oleh-oleh berupa makanan untuk dibawa pulang
kepada keluarga calon mempelai pria.
Sabda Tama
Catur Wedha bila diterjemakan berdasarkan katanya maka dapat diketahui bahwa
Sabda Tama Catur Wedha adala Nasihat Utama yang berisi empat ilmu. Catur
(empat) dan Wedha (ilmu) bisa diterjemahkan dengan empat ilmu atau empat
pitutur. Secara khusus “Catur Wedha” adalah empat nasihat utama dari calon
bapak mertua kepada calon menantu laki-lakinya pada malam midadareni
(nyantrik/nyantri), disaksikan tamu yang hadir pada malam itu. Catur Wedha dibacakan menjelang sang calon
mantu kembali ke tempat podokannya, sebelum acara penyerahan kancing gelung
(pakaian yang akan dikenakan waktu ijab kabul esok harinya).
Ada banyak
versi Catur Wedha, tetapi muatannya tetap sama. Yang beda hanya penggunaan
bahasa Jawanya. Semakain berkembangnya jaman teks Sabda Tama Catur Wedha ini
biasanya diketik dan dibingkai dengan pigora. Teks catur wedha lumrahnya
disampaikan dengan Bahasa Jawa, namun karena seiring zaman dimana bisanya ada
salah satu mempelai yang bukan berasal dari jawa maka teks catur wedha
dibacakan dengan dua versi yaitu bahasa jawa dan bahasa nasional indonesia.
umumnya bahasa Jawa disampaikan oleh ayah mempelai waita, dan teks indonesia
disampaikan oleh ibu memepelai wanita. Pembacaan teks catur wdha ini tidak
dapat diwakilkan, karena isinya yang sangat sakral layaknya pemberian wejagan
dari orang tua kepada calon anak nya ( calon menantunya)
4.
Data dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini adalah video rekaman prosesi malam midodareni
yang dilaksanakan pada tgl 4 mei 2012, oleh keluarga Drs. Didik Suminto di
kedinding tengah jaya, Surabaya Utara. Selain video rekaman prosesi malam
midodareni, data pendukung juga diambil dari beberapa nara sumber yaitu Bapak
Drs.Sidik Wiyono M.M dari sanggar makuto mangesti di Surabaya, beliau merupakan
MC khusus adat jawa sehingga beliau paham betul seluk beluk rangkaian acara
dalam pernikahan adat jawa. Selain itu sumber data pada penelitian ini juga
diambil dari buku ‘Pedoman Penyelengaraan Upacara Pernikahan Adat Jawa Lengkap
(Surakarta Hadiningrat)’ yang diberikan oleh Bapak Bambang Irawan SH.MH baliau
merupakan Pelatih MC manten jawa di sanggar Makuto Mangesti.
Berikut ini data ‘Teks Naskah Sabda Tama Catur Wedha’ yang peneliti
temukan, selain teks atau ungakapan verbal saat proses pembacaan catur wedha di
malam widodaren, peneliti jua menemukan beberapa data unik berupa data non
verba atau segala sikap dan perilaku yang dijalankan baik oleh calon memepelai
maupun oleh keluarga memepelai saat malam widodaren tersebut.
Bismillahirohmanirrahim, Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh
Anak emas ....... kang kinansigh kanggo
sangumu urip ing madyaning bebrayan perlu ingsun paringi sangu pitututr luhur
kang lumrah diarani sabda tama cutur wedha lirih mengkene
1.
Rehne
sliramu bakal ngemong anak-ku, sakabehing tandang-tandukmu kudu wus dhewasa,
aja kaya nalikane isi jaka. Semono uga bakal sisihanmu anak ajeng.............
kudu ngerteni yen wus ana kang ngemong, mula sakabehing tumindak tansah netepana
wanodya kang ora lamban.
2.
Tansah
bektio marang won tuwo, jalaran kang wus ngukir jiwa-ragamu uga kang dadi
lantaraning tetuwuh ing bebrayan
3.
Urip
ing bebrayan agung wajibe netepi anger-anggering praja miwah tresna asih mring
sapadha-padha, suprih gangsar ing samubarang pambudidaya.
4.
Mituhu-a
dhawuhing pangeran kang maha asih, lan budi dayanen kanthi becik aja nganti
nerak paugeraning kautamen. Agama kang sira anut lakonana kanthi ajeg insyaAllah
sliramu bakal bisa dadi sanggar waringining kluwarga migunani tumrap nusa
bangso lan agomo.
Wassalamu’alaikum
warahmatullani wabarokatuh
Kota, Tanggal
(TANDA TANGAN)
Nama Calon Mertua Laki-laki
untuk mempermudah peneliti dalam menganalisis maka teks naskah sabda tama
tersebut akan dipotong menjadi beberapa bagian yaitu pembuka, isi dan penutup
lalu akan diberi kode sebagai berikut :
|
Teks Sabda
Tama Catur Wedha
|
Kode
|
|
Bismillahirohmanirrahim, Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarokatuh
|
STCW salam
|
|
Anak emas ....... kang kinansigh
kanggo sangumu urip ing madyaning bebrayan perlu ingsun paringi sangu
pitututr luhur kang lumrah diarani sabda tama cutur wedha lirih mengkene
|
STCW Pem
|
|
1.
Rehne sliramu
bakal ngemong anak-ku, sakabehing tandang-tandukmu kudu wus dhewasa, aja kaya
nalikane isi jaka. Semono uga bakal sisihanmu anak ajeng............. kudu
ngerteni yen wus ana kang ngemong, mula sakabehing tumindak tansah netepana
wanodya kang ora lamban.
|
STCW I1
|
|
2.
Tansah bektio
marang won tuwo, jalaran kang wus ngukir jiwa-ragamu uga kang dadi
lantaraning tetuwuh ing bebrayan
|
STCW I2
|
|
3.
Urip ing
bebrayan agung wajibe netepi anger-anggering praja miwah tresna asih mring
sapadha-padha, suprih gangsar ing samubarang pambudidaya.
|
STCW I3
|
|
4.
Mituhu-a
dhawuhing pangeran kang maha asih, lan budi dayanen kanthi becik aja nganti
nerak paugeraning kautamen. Agama kang sira anut lakonana kanthi ajeg
insyaAllah sliramu bakal bisa dadi sanggar waringining kluwarga migunani
tumrap nusa bangso lan agomo.
|
STCW I4
|
|
Amin, ya Rabbil allamin.
Wassalamu’alaikumwarahmatullani wabarokatuh
|
STCW Salam
|
Selain teks sabda tama yang merupakan ungkapan verbal dalam acara
midodareni terdapat beberapa ungkapan non verbal yang akan dikaji makna dan
maksudnya berikut ini beberapa sikapa atau ungkapan non verbal dalam acara
malam midodareni
1)
Sikap
Mempelai Laki-Laki
Sikap mempelai laki-laki saat pembacaan catur wedha adalah berdiri dan
berhadapan dengan kedua calon mertua, dengan posisi kepala menunduk.
Selain itu mempelai laki-laki dilarang makan saat acara midodareni
berlangsung, mempelai laki-laki hanya diperbolehkan minun dan minuman itu
sendiri harus seijin tuan rumah (mertua) selain itu mempelai laik-laki saat
minum tidak boleh tumpah ataupun dihabiskan secara langsung .
2)
Sikap
Calon Mempelai Wanita
Mempelai wanita tidak ada ditengah-tengah acara, namun mempelai wanita
disembunyikan pada suatu ruangan atau kamar dengan memakai baju kebaya dan
dandan, memepelai wanita hendaknya duduk dan mendengarkan pembacaan catur wedha
dari dalam kamar
3)
Sikap
Calon Mertua
Saat membacakan sabda tama catur wedha kedua calon mertua ( ibu dan
bapak calon mempelai wanita) berdiri berhadapan dengan calon menantu ( mempelai
laki-laki) dengan posisi berdampingan ayah sebelah kanan dan ibu dikiri.
Mantab nih artikelnya. Ilmiah dan sangat bermanfaat bagi kami selaku fotografer wedding karena harus belajar dengan lengkap agar paham sebelum kami motret. thanks for share :)
BalasHapus